Saturday, September 29, 2007

Berbicara Efektif: Hilangkan Tiga Kata Saja

Danny I. Yatim, Media & Communication Adviser dari GRM International, mengadakan lokakarya berpresentasi efektif. Salah satu materinya adalah kesalahpengggunaan tiga kata yang perlu kita hilangkan dari kebiasaan berbicara kita. Penggunaan tiga kata ini berakar pada budaya rendah hati yang pada dasarnya baik. Sayangnya, berdampak buruk pada kekuatan pesan kita.

Apa saja tiga kata itu?

  1. Kebetulan

  2. - "Kebetulan, saya ditunjuk sebagai ketua panitia."
    - "Kebetulan, Pak Danny berada di sini untuk menyampaikan bagaimana cara presentasi yang baik."

    Danny biasanya langsung memberikan faktor kejutan dengan menyampaikan, "Bapak-bapak mungkin kebetulan berada di sini. Tapi saya tidak. Saya tidak kebetulan ada di sini. Saya memang sengaja ke sini untuk kepentingan Bapak-bapak semua."

    Kalau memang bukan kebetulan, jangan gunakan kata ini. Tunjukkan niat dan keinginan kita sejelas-jelasnya. "Saya dipilih sebagai ketua panitia berdasarkan kesepakatan kita bersama. Karena itu, saya mengharapkan kerja sama Anda semua."

  3. Mungkin

  4. - "Alternatifnya mungkin ada dua..."
    - "Solusinya mungkin bisa kita temukan dengan cara..."

    Hilangkan kata "mungkin" dalam konteks di atas. Yang pasti-pasti saja. Kalau memang penting bagi hadirin untuk mengetahui probabilitas, sampaikan dengan jelas. "Ini adalah solusinya. Berdasarkan pengalaman kita dari tahun 1995, kemungkinan berhasilnya 75%."

  5. (Akan) Mencoba

  6. - "Saya akan mencoba menyanyikan sebuah lagu."
    - "Saya coba jelaskan dengan diagram berikut..."

    Seperti yang disampaikan Yoda dalam Star Wars, "Lakukan [saja]. Jangan mencoba."

    Hilangkan semua percobaan dan jadikanlah pesan yang kuat:
    + "Saya akan menyanyikan sebuah lagu."
    + "Lihat diagram berikut."

Apakah tiga kesalahpenggunaan kata ini sudah Anda hilangkan dari gaya bicara Anda?

Friday, September 21, 2007

Tanya Jawab: Kecepatan Custom Animation = Very Fast?

Tanya: (via email)
Halo mas Isman, kenalkan nama saya Ali. Selain salah satu mahasiswa itb, saya baru saja membeli buku "7 dosa besar penggunaan powerpoint". Setelah membaca buku anda, ada satu kalimat yang membuat saya ingin bertanya. Pada hal 81 baris ke 2 "...jangan gunakan speed dibawah very fast..."

Apakah ini tidak akan membuat kita terlihat seperti sedang "kejar tayang?"

Mohon dibahas lebih lanjut. Terima kasih.

Jawab:
Saya senang Anda memutuskan untuk bertanya. Hal itu juga sudah pernah ditanyakan beberapa kali oleh peserta lokakarya saya dulu.

Jawabannya tidak. Pilihan Very Fast akan membuat animasi bergerak cepat. Tapi tentunya tidak membuat kecepatan berbicara kita makin tinggi. Kecepatan Very Fast akan membuat hampir tidak ada jeda antara saat kita selesai berbicara satu pesan (dengan kecepatan normal), dan pesan berikut (saat kita mengklik mouse/menekan Pg Dn).

Saya ilustrasikan biar jelas. Misalnya kita ingin menggerakkan anak panah yang menunjuk tiga benda. Kita mengakali ini dengan memunculkan anak panah, menggesernya ke benda pertama dan berhenti. Lantas, On Click, anak panah itu akan hilang. Anak panah baru akan muncul dari tempat anak panah yang lama, dan bergerak ke benda kedua. Hal serupa kita lakukan untuk benda ketiga.


Saat slide berjalan, anak panah menunjuk benda satu. Kita berbicara mengenai benda tersebut.


Lantas, sambil mengklik mouse/remote clicker, kita berbicara tentang benda kedua. Nah, jika kecepatan animasinya di bawah Very Fast, akan makan waktu minimal satu detik untuk mencapai benda berikut. Waktu ini menjadi jeda.

Ilustrasi lain: kita ingin menampilkan tiga slide gambar berturutan (yang dianimasikan dengan Fade In). Jika kita menggunakan kecepatan di bawah Very Fast, akan memakan waktu kira-kira dua detik sebelum gambarnya muncul. Ini juga jadi jeda.

Mengapa jeda sedetik dua detik ini masalah? Karena saya sudah terlalu banyak melihat pembicara yang diam dulu, menunggu gerakan selesai (atau gambar muncul), sebelum melanjutkan. Ini adalah jeda yang sia-sia. Dan membuat komunikasi kita jadi kaku, tidak mengalir lancar. Ingatlah bahwa tayangan slide itu mendukung pembicaraan kita. Bukan kita berbicara mengikuti slide.


Saya juga menulis dalam buku Tujuh Dosa Besar (Penggunaan) PowerPoint, bahwa variasikanlah jeda saat kita ingin menekankan suatu pesan. Jika kita ingin memastikan hadirin menangkap apa yang kita omongkan sebelum bergerak ke omongan selanjutnya: gunakanlah jeda.

Nah, jeda di atas itu tipe yang sia-sia. Karena kita tidak sengaja membuatnya. Itu adalah jeda akibat gambar/gerakan yang lambat. Jika ini berlangsung terus-menerus, hadirin bisa kesal.

Singkatnya:
-------------

  1. Secara umum, anjuran kecepatan Very Fast bertujuan meminimasi waktu kemunculan/animasi gambar.

  2. Kata kuncinya "umum". Karena ini bukan aturan mati. Saya sudah mencontohkan dalam perbandingan Proses Perizinan (hal. 36-39), bahwa kita bisa mengatur dalam kecepatan animasi yang lebih rendah, seperti Fast, Medium, atau bahkan Slow untuk tujuan tertentu (kecuali untuk membuat hadirin sakit kepala).

  3. Jika kita menganimasi serangkaian panjang animasi, kendalikanlah pacunya dengan mengeset On Click pada beberapa poin penghentian penting. Ini akan membantu kita untuk menyesuaikan pembahasan. Bisa saja kita ingin menambah informasi di poin tertentu.

  4. Yang paling penting: ingatlah bahwa kendali kecepatan presentasi itu ada pada kita. Bukan pada animasi.


Semoga menjelaskan. Silakan jika ada pertanyaan lagi atau masukan. Saya juga akan menghargai jika Anda ingin berbagi pengalaman berpresentasi.

Kunci Menghilangkan Rasa Gugup Saat Berbicara

Rabu kemarin, saya diundang untuk berbicara di depan para penulis Kompas di Grha Kompas Gramedia Bandung, mengenai penyusunan dan penerbitan naskah buku. Jadwal acaranya sendiri? Kamis besoknya.

"Waduh," adalah pikiran pertama saya yang muncul. Saya harus berbicara berkaitan penulisan di depan para penulis profesional. Dan hanya punya waktu sehari untuk mempersiapkannya. Satu tantangan lagi: saya juga sedang dalam proses pemulihan diri akibat reaksi alergi. Mata saya bengkak sebelah. Dan kulit muka saya begitu kering, sehingga pinggiran bibir, hidung, dan mata sedikit terbelah. Kalau senyum saja sakit. Bagaimana kalau berbicara?

"Maaf mendadak, Mas," ujar Mas Rinto, Manajer Pemasaran Gramedia Pustaka Utama (GPU) Bandung. "Bisa nggak, dengan jadwal begitu?" tanyanya lagi via telepon.

"Bisa, Mas!" sambut saya sigap, sebelum keraguan kembali muncul. Dan dengan begitu, saya sudah menyudutkan diri sendiri. Saya pun meneguhkan diri untuk melakukan persiapan hidup-mati.

Dari korespondensi SMS, saya menanyakan berbagai informasi berkaitan calon hadirin dan kesediaan alat. Ternyata saya akan membawakan materi tersebut bersama Anjar (novelis). Sementara Kang Dedi Muhtadi (Kepala Biro Kompas Jawa Barat) berbagi mengenai penerbitan artikel di Kompas.

Saya kembali ragu. Berbicara mengenai kepenulisan di hadapan para penulis profesional? Apa bukan seperti--meminjam istilah Kang Dedi--mengajari bebek berenang? Gugup kembali menyerang. Bibir dan kelopak mata saya mendadak terasa perih.

Namun, saya teringat bagaimana Diane DiResta menulis di buku Knockout Presentations bahwa ia pernah mengalami keraguan serupa. Saat itu, ia harus berbicara mengenai teknik presentasi di hadapan para pembicara profesional, yang tergabung dalam National Speaker Association. Saking gugupnya, ia sering memeriksa kembali busananya, takut salah mengancingkan.

Namun kegugupannya mendadak hilang saat ia menyadari satu hal: ia terjebak dalam pola pikir yang salah. Ia terlalu sibuk memikirkan bagaimana membuat hadirinnya terkagum-kagum. Teknik apa yang harus ia lakukan. Kata-kata apa yang harus diucapkan.

Justru karena itulah ia melupakan bahwa ia hadir untuk berbagi sesuatu: karakter dan pengalaman pribadinya yang unik. Semua orang yang hadir adalah pembicara sukses dan berpengalaman. Namun masing-masing memiliki karakteristik unik. Dan sebagaimana dirinya, mereka adalah orang-orang yang selalu berkeinginan belajar. Mereka ingin mendapatkan sesuatu dari sesi ini. Dan itu hanya bisa mereka dapatkan kalau Diane bertujuan untuk berbagi. Bukan untuk membuat kagum.

Kisah itu juga yang menyadarkan saya. Presentasi bukanlah tentang "saya". Tapi tentang "Anda". Terlalu banyak memikirkan "saya" akan membuat diri terjebak oleh rasa gugup. Tapi sebaliknya, begitu kita memikirkan bagaimana membuat "Anda" (atau hadirin) mengerti, yang muncul justru semangat.

Saya berhenti mengkhawatirkan kendala fisik saya. Dan memilih fokus ke apa kira-kira yang ingin diketahui para hadirin. Saya memutuskan untuk menunjukkan beberapa hal kepenulisan dengan cara yang segar. Daripada berlama-lama membahas teknik penulisan, saya menyajikan berbagai contoh penulis yang menerbitkan buku dari latar belakang seperti para hadirin. Berlanjut ke pengalaman dan interaksi dengan penerbit. Hingga kunci-kunci rahasia seperti uji premis naskah, surat pengantar yang menarik, atau kiat memilih rekan penerbit yang cocok. Berhubung acaranya menjelang buka puasa, saya pun memvariasikan tayangan bantu: kutipan, gambar, humor, dan klip video.

Alhamdulillah, sesi itu berjalan lancar. Sakitnya tidak terasa. Tayangan slide diiringi tawa dan sambutan hangat. Saat saya menayangkan slide yang memuat kutipan Burton Rascoe, "Istri seorang penulis tidak akan pernah mengerti bahwa ketika [sang suami] sedang bengong, ia sebenarnya sedang bekerja," dua orang laki-laki peserta langsung memfotonya dengan bersemangat. Jangan-jangan mau ditunjukkan ke istri di rumah.

Sesi tanya jawab pun sangat marak. Terutama karena pembicara lain juga berbagi macam-macam tips. Dan untunglah saya sudah menyiapkan dokumen teks penuh untuk dibagikan setelah acara. Karena para hadirin sampai mengantre untuk menyalin.

Pak Sobirin, seorang penulis artikel berkaitan lingkungan hidup, pun berkomentar, "Tadi presentasinya pake Flash, Mas?"

"Bukan, kok," geleng saya. "Itu PowerPoint."

"Kok bisa bersih, ya?" tanyanya lagi, heran.

Saya balik bertanya karena tidak mengerti apa yang dimaksud dengan bersih. Ternyata yang dimaksud Beliau adalah bebas dari bullet point. Minim teks. Animasi transisi antar objek halus. Dan penggunaan gambar maupun warna yang serasi. Intinya: hampir tidak terlihat bahwa yang saya gunakan sebenarnya adalah gabungan slide dan video yang ditayangkan secara berurutan.

"Alhamdulillah," ujar saya. "Memang itu tujuan saya." Karena berkat teringat kisah Diane, saya jadi kembali meluruskan niat. Presentasi adalah komunikasi ide. Dan penyampaian yang mengalir lancar akan mempermudah hadirin untuk menangkap pesan kita.

Tuesday, September 4, 2007

Necessity is the Mother of Action

Anda pernah ikut program outbound? Salah satu kegiatan yang biasanya masuk dalam program ini adalah flying fox. Intinya, kita akan menyeberangi jurang atau sungai dengan meluncuri tali dari ujung ke ujung. Tubuh kita diikat pada sebuah katrol beroda. Dan tangan kita memegang batang gantungan untuk menyeimbangkan tubuh saat meluncur. Titik pendaratan biasanya lebih rendah dari titik pemberangkatan. Jadi asalkan kita berani meloncat maju, gravitasi akan membantu kita sampai dalam beberapa detik saja.

Tetap saja, ini adalah pengalaman yang menegangkan bagi banyak orang. Ada saja yang akhirnya menolak atau batal meluncur.

Rasa takut itu wajar. Siapa yang bisa menjamin bahwa semua ini benar-benar aman? Bukankah risiko terjadi sesuatu di luar dugaan itu akan selalu ada? Dan juga, kenapa kita harus melakukan ini? Bukankah selama ini baik-baik saja?

Sekarang, mari kita beralih ribuan kilometer, ke Lembah Besar Nujiang. Di sini, anak-anak dari usia tujuh tahun berangkat ke sekolah dengan menggunakan "flying fox". Sebuah sungai lebar dan deras menghalangi jalan mereka. Dan satu-satunya cara adalah mengikat diri pada kerekan lantas meniti tali ke seberang. Gravitasi hanya menolong mereka hingga tengah sungai. Setelah itu, mereka harus menarik tubuh mereka sendiri sampai ujung. Satu-satunya pengaman hanyalah sabuk yang diikatkan di pinggang.

Ini bukan contoh satu-satunya. Anak-anak di salah satu desa terpencil Kolombia juga melakukan hal serupa. Dan mereka melakukannya pada ketinggian 365 meter. Seorang perempuan bernama Daisy bahkan meniti tali sambil menggendong keranjang berisi anaknya yang berusia tujuh tahun. Sekitar enam puluh orang menggunakan metoda transportasi ini tiap hari. Dan untungnya, tidak pernah terjadi kecelakaan berat.

Apa yang membedakan kita dengan mereka? Tuntutan dan kebutuhan. Ketika ada berbagai jalur lain yang tampak lebih aman, kita cenderung memilih itu. Ini karakteristik dasar manusia. Mereka berani dan membiasakan diri meniti jurang atau sungai karena memang tak ada alternatif lain. Saya yakin bahwa pada dasarnya tiap manusia pun memiliki potensi semangat juang dan adaptasi yang sama. Kalau kita terlahir di situ, kita pun akan seperti mereka. Memacu diri untuk maju, walau harus mempertaruhkan nyawa.

Karena itu, pada situasi tertentu, cobalah sudutkan diri kita sendiri. Misalnya, dalam berbicara. Kita tahu bahwa kemampuan berbicara di depan umum itu baik. Dan semakin banyak praktik semakin baik. Namun, kita enggan memulai. Muncullah alasan, "Kan ada yang lebih jago." Atau, "Kesempatannya juga nggak ada tuh. Kalau ada yang tiba-tiba nelepon minta sih boleh-boleh aja."

Salah satu materi panggung Jerry Seinfeld yang paling terkenal adalah saat ia membahas survei nasional tentang apa yang paling ditakuti warga negara Amerika. Peringkat nomor dua adalah kematian. Dan yang pertama adalah bicara di depan umum. "Kalau begitu," simpulnya, "saat menghadiri pemakaman, kita lebih suka berada di dalam peti mati daripada membawakan eulogy (pidato tribut bagi yang meninggal)."

Pada saat seperti ini, berhentilah membuat alasan. Sudutkanlah diri kita sendiri. Katakan pada rekan kerja bahwa presentasi berikut kita yang akan membawakannya. Saat ada tawaran berbicara di depan umum, langsunglah bilang, "Ya!" sebelum otak kita menciptakan alasan. Jangan tunggu telepon. Kitalah yang menelepon duluan menawarkan suatu materi. Saat diterima, segera akhiri pembicaraan sebelum kita mulai ragu dan bertanya, "Lho, kok mau sih? Yakin nih?"

Dan dengan begitu, kita pun tersudutkan. Tanggal sudah ada. Topik sudah ditentukan. Hadirin akan datang dan menunggu kedatangan Anda. Jurang itu sudah di depan mata. Dan kita perlu menyeberanginya.

Susunlah materi kita seakan-akan nyawa kita taruhannya. Siapkan tali, pengaman, dan cek ulang semua. Pada hari-H, tariklah napas panjang. Pandangi langsung jurang tersebut. Dan meluncurlah.

Saturday, September 1, 2007

Cara Paling Ampuh Membunuh Minat Hadirin

Bukalah presentasi dengan slide penuh teks... dan bacalah kata per kata.

Dalam buku Laugh and Learn, Doni Tamblyn menyampaikan bahwa begitu mulai berbicara, kita hanya punya sepuluh detik untuk menangkap perhatian hadirin selama lima menit ke depan. Walaupun angka ini bisa berbeda-beda di berbagai budaya, pesannya tetap universal: kita perlu memiliki pembuka yang menggebrak.

Dalam putaran final Imagine Cup 2007, Tim Aksara (wakil Indonesia) memproduksi video khusus untuk menggugah emosi hadirin dari awal. Namun, pembuka yang menarik perhatian sebenarnya tidak harus serumit itu. Ini sekadar satu cara.

Wakil Austria, misalnya, mempraktikkan pembuka presentasi yang sederhana. Tapi menarik. Produk yang mereka presentasikan adalah flipchart elektronis. Bentuknya seperti flipchart biasa, namun sebenarnya layar proyeksi komputer. Dan kita bisa menulisi permukaannya dengan pena khusus.

Para tim sebelum Austria membuka dengan pola serupa: perkenalan diri, lantas perkenalan produk. Dan ini mulai menjadi pola yang membosankan. Perhatian penonton tampak ke mana-mana. Ada yang mengobrol atau mengambil foto. Dalam Tujuh Dosa Besar (Penggunaan) PowerPoint, saya mengingatkan akan bahayanya dosa besar ketiga: membosankan. Ini sama fatalnya dengan menyulitkan pembacaan.

Dan Tim Austria tampaknya sadar akan hal itu. Sayangnya, mereka tidak menyiapkan materi khusus untuk pembuka. Mereka tidak menyiapkan video pembuka khusus, misalnya, seperti yang dilakukan Tim Aksara. Hanya berbekalkan produk dan rekaman mereka saat menggunakan produk. Bagaimana mereka bisa mengawali dengan gebrakan?

Tanpa berlama-lama, juru bicara mereka melangkah ke arah flipchart dan menuliskan besar-besar, "AUSTRALIA". Ia kemudian menghadap para juri. "Ini," ujarnya, "adalah kebiasaan mayoritas orang mengeja nama negara kami."

Hadirin tergelak.

Sang juru bicara lantas menghapus huruf "A" dan "L" secara elektronis. "Seharusnya begini. Di negara kami tidak ada kangguru!" protesnya.

Gelak tawa pun menyebar.

Dalam beberapa detik pertama, ia berhasil memikat hadirin, sekaligus mengenalkan kelompok dan produk secara sekilas. Berikutnya, saat ia menjelaskan lebih detail, perhatian penonton pun sudah terarah sepenuhnya pada presentasi ini.

Banyak cara sederhana yang bisa kita lakukan untuk memikat hadirin dari awal.

Seorang teman[1] yang menjadi guru bimbel pernah memasuki kelas yang gaduh. Ia dengan tenang mengambil spidol dan menggambar jalinan jaring di papan putih. Terusik rasa ingin tahu, kegaduhan pun mereda. Hingga akhirnya hening. Hanya terdengar suara goresan spidol. Teman saya lantas berbalik dan bertanya, "Ada yang tahu apa yang baru saja dijerat oleh jaring ini?"

Sejumlah kepala menggeleng.

"Perhatian kalian," ujar teman saya sambil tersenyum.

Temukanlah cara-cara untuk memikat hadirin kita dari awal. Hasil penerapannya bisa jadi akan mengejutkan kita sendiri.

_____________________

[1]: Yang entah kenapa tidak mau saya sebut namanya. Mungkin karena mengira saya akan menulis kisah-kisah memalukan seperti di buku Bertanya atau Mati!