Wednesday, July 23, 2008

Tunjukkan Keunikan Kita Pada Dunia

Saya mendapatkan sejumlah komentar bernada serupa, "Kenapa mesti diatur-atur sih, Man. Presentasi itu kan sebebas-bebasnya kreativitas kita?"

Kreativitas? Ya. Sebebas-bebasnya? Tidak.

Presentasi selalu merupakan komunikasi ide kepada _orang lain_. Karena itu, presentasi perlu mengikuti sejumlah konvensi. Contoh konvensi: sampaikanlah ide kita saat hadirin sudah tertarik untuk mendengarkan.


Ikuti Konvensi, bukan Cara
Ini adalah konvensi yang berlaku universal, dari komunikasi empat mata hingga pidato di depan ribuan orang. Bolehkah kita melanggar konvensi ini? Boleh saja. Silakan, misalnya, ngomong arti kehidupan pada seorang remaja yang pikirannya sedang terfokus pada pacarnya. Paparkan slide tentang pentingnya menghargai waktu pada pertemuan lewat jam lima di sebuah kantor.

Tanggung konsekuensinya sendiri: bahwa pesan kita bisa jadi tidak melekat. Hanya sekadar lewat.

Namun, jika kita bisa bertindak agar konsekuensi itu tidak muncul, mengapa tidak? Menggunakan analogi pacaran pada remaja, misalnya. Atau pemilik perusahaan menjanjikan bahwa setiap menit waktu presentasi yang lewat jam lima akan dikali dua sebagai toleransi waktu keterlambatan besoknya. Buat hadirin jadi mau memerhatikan.


Cara boleh berbeda. Asalkan tujuan dari konvensi tetap tercapai.

Berbagai hal yang saya bagi di sini juga mengikuti sejumlah konvensi seperti itu. Hindari menuruti detail pelaksanaannya secara buta. Lihat lebih ke dalam, pada konvensinya. Lantas sesuaikan dengan gaya kita masing-masing.


Memunculkan Gaya secara Otentik
Ya, tiap orang memiliki gaya presentasi sendiri-sendiri, sebagaimana tiap orang memiliki gaya bicara masing-masing. Setiap orang spesial. Kuncinya adalah mencari tahu keunikan diri kita dan menyampaikannya pada dunia.

Di deretan tautan sebelah kanan blog ini, kita bisa melihat sejumlah gaya presentasi yang berbeda-beda. Tom Peters, Guy Kawasaki, atau Garr Reynolds. Itu adalah gaya mereka yang muncul secara alamiah setelah berpresentasi selama bertahun-tahun.

Gaya Guy Kawasaki, sebagai contoh, muncul dari pengalamannya presentasi menggunakan flipchart. Setelah beralih pada alat bantu komputer, muncullah aturan 10:20:30 yang ia terapkan untuk presentasi bisnis. Cukup 10 slide, selama 20 menit, dengan besar huruf minimal 30 poin.

Latar belakang desain Tom Peters mendorongnya bermain tipografi dan pewarnaan drastis untuk menempelkan pesannya di benak hadirin. Saat bekerja di Apple, Garr Reynolds berpresentasi pada orang-orang yang sangat peduli akan desain informasi. Presentasinya jadi sederhana dan sangat visual.

Kuncinya satu: mereka tidak berhenti belajar. Setiap presentasi (dari situasi resmi hingga sekadar diskusi dalam lift) merupakan eksperimen untuk mencari tahu dua hal:
a) Apa yang membuat orang jadi lebih mudah paham?
b) Dan apa yang justru menghasilkan kebalikannya?

Turutilah konvensi yang dijalani para pakar tersebut. Belajarlah dari tiap kesempatan kita bertukar pikiran dengan orang lain.


Namun, satu yang perlu ditekankan kembali: kita semua sudah memiliki keunikan. Kita semua spesial. Tidak perlu menjadi pakar atau berpengalaman bertahun-tahun untuk memiliki gaya otentik. Pengalaman bertahun-tahun itu sebenarnya untuk mengenali diri kita sendiri. Karena dalam perjalanan hidup, kita sering lupa.

Kenalilah keunikan diri kita. Sampaikanlah pada dunia.