Thursday, March 27, 2008

Perlu Mati Berapa Kali?

Ada satu bagian penting perusahaan yang sering sekali terlupakan. Padahal dengan mengabaikannya, kita merisikokan kerugian besar. Dalam proyek ratusan juta saja, bisa puluhan hingga ratusan juta melayang karena kekurangan hal ini. Padahal biayanya bisa murah saja.

Apa sih?

Manajemen pengetahuan.

Berdasarkan The Chaos Report oleh Standish Group, pada tahun 1995 saja persentase proyek IT yang tepat waktu dan biaya hanya 16,2%. Dengan kata lain, 83,8% lainnya mulur dan anggarannya membengkak. Lebih parah lagi, anggaran 52,7% proyek IT ternyata membludak hingga 189%.

Lebih dari setengah proyek IT memakan biaya hingga hampir dua kali lipat.

Tanpa manajemen pengetahuan, kita bisa mengulang kesalahan lalu. Bayangkan sendiri kerugiannya.

Padahal seperti saya tulis di atas: manajemen pengetahuan tidak harus mahal. Yang penting adalah membiasakan organisasi untuk berbagi. Hingga kebiasaan itu menjadi budaya. Bahwa pengetahuan yang terkumpul menjadi milik bersama. Bukan hanya individu.

Dan untuk membiasakannya, mulailah dari hal-hal yang termudah. Daripada investasi modul pelatihan elektronik ribuan dolar, misalnya, mulailah dari budaya bercerita.

Dalam buku Around the Corporate Campfire, Evelyn Clark menunjukkan bagaimana perusahaan sukses seperti Nike atau Southwest Airlines justru mengelola pengetahuan dan budaya perusahaan mereka melalui kebiasaan sederhana: bercerita.

Bisa juga melalui berbagi hal-hal yang tampak remeh.

Sebagai contoh, Januari lalu, Divusi mengadakan Fun Day. Salah satu acaranya adalah bermain perang bola cat (paintball wargame). Dari beberapa kali main, terlihat sejumlah kesalahan serupa yang mengarah pada kekalahan. Akibatnya, beberapa orang berbeda tewas di medan perang melakukan kesalahan yang sama.

Perlu berapa kali mati sih sampai seseorang sadar dan berkata kepada yang lain: "Kayaknya kita jangan melakukan ini, deh--DOR!" Gelepak.

Bahkan dari kegiatan seperti ini pun kita bisa mulai menyusun manajemen pengetahuan. Mengapa tidak? Sebagai contohnya seperti di bawah ini, yang saya juduli, "7 Dosa Besar (Bermain) Paintball Wargame".

Akibatnya....

Dan kita tahu akibatnya, bukan?

Dan dosa besar terakhir adalah...

Yang tak perlu lagi diceritakan bagaimana akhirnya.

Intinya: rancanglah agar manajemen pengetahuan menjadi kebiasaan sehari-hari di organisasi kita. Salah satu langkah termudah adalah: jadikan berbagi sebagai kegiatan yang menarik.

Berceritalah. Berbagilah.


____________________

*) Tulisan ini aslinya dimuat di blog Divusi.

Wednesday, March 5, 2008

Apa Arti Presentasi Bagi Anda?

Lebih lanjut dari mitos kedua perihal berbicara di depan umum, saya pribadi beranggapan bahwa presentasi adalah cara hidup (way of life).

Mengapa? Karena dalam presentasi, kita perlu mengenali diri dan batas-batas kita. Lantas mendobraknya. Disadari atau tidak, cara kita berpresentasi juga bisa memengaruhi cara kita memandang dunia. Dan sebaliknya, sebagian diri kita pun terpancar dari gaya kita berpresentasi.

Ini mirip dengan bela diri. Miyamoto Musashi, sebagai contoh, tidak menganggap seni pedang sebagai kemampuan semata. Atau label samurai sebagai profesi. Baginya seni pedang adalah cara hidup. Dengan pola pikir itu, ia senantiasa setia pada prinsip kehidupannya. Pemikirannya pun ia tuangkan dalam Buku Lima Cincin yang menjadi panutan banyak orang, bukan hanya di bidang bela diri. Melainkan juga di bidang bisnis maupun kesehatan.

Tentu saja ada juga orang yang menganggap bela diri sebagai kemampuan semata. Mungkin untuk kompetisi atau merasa lebih aman. Namun, sebagian dari mereka ada yang menyalahgunakan kemampuan tersebut. Ada yang menjadi merasa jumawa dan menjadi sombong. Ada yang menggunakannya untuk menekan orang lain. Padahal dalam bela diri selalu ada filosofi kehidupannya.

Presentasi pun begitu. Saat kita menggunakan kemampuan kita untuk memengaruhi orang lain demi kepentingan kita, yang justru berlawanan dengan kepentingan pendengar, kita telah menyalahgunakan presentasi. Karena hakikat presentasi memang menyampaikan ide. Namun bukan memanipulasi. Saat kita semakin banyak pengalaman berbicara di depan umum, bisa jadi kita juga tergoda untuk merasa jumawa. Sombong.

Karena itu, kenalilah diri. Apakah arti presentasi bagi Anda?

Mitos Perihal Berbicara di Depan Umum

Dalam acara workshop Rotaract Jakarta (23 Februari 2008) berjudul "Art of Communication", sesi pertama diisi oleh Charles Bonar Sirait, presenter dan penulis buku The Power of Public Speaking.


(Foto: dokumentasi Rotaract Jakarta)

Ia menyampaikan dua mitos berkaitan presentasi atau berbicara di depan umum:
  1. Berbicara di depan umum adalah suatu kemampuan yang perlu dimiliki untuk menjadi selebritas atau pemasar, yang memang berhadapan dengan orang banyak.

  2. Tidak boleh berbuat kesalahan. Harus bisa terjun praktik dengan hasil sempurna.

Kenyataannya:
  1. Berbicara di depan umum perlu dipelajari semua orang. Karena siapa pun kita, apa pun pekerjaan kita, kemungkinan besar kita perlu menyampaikan ide kita kepada orang lain.

  2. Justru pada awalnya, lebih baik kita melakukan kesalahan yang banyak dan belajar dari itu. Karena itu, carilah tempat praktik agar bisa melakukan kesalahan tanpa merusak tujuan berbicara kita secara fatal.

Karena itu, manfaatkanlah setiap peluang untuk maju ke depan dan berbicara. Pengalaman maupun kesalahan di situlah yang membantu kita agar bisa praktik dengan baik pada saat-saat penting.