Friday, August 3, 2007

Dua Alasan Penyebab Presentasi yang Membingungkan

Tim Aksara adalah empat anak muda dari Bandung yang akan mewakili Indonesia di kompetisi Microsoft Imagine Cup Korea 2007. Kompetisi internasional yang disponsori Microsoft ini bertujuan mencari software buatan kalangan akademik yang berprospek bisnis dan berdampak besar pada masyarakat. (Plus menggunakan teknologi Microsoft, tentunya.)

Kebetulan, dua anggota Tim Aksara, Octa dan Budi adalah teman kerja (dan futsal), sehingga saya sempat diajak berdiskusi mengenai presentasi mereka. Software yang mereka usung bernama ABC, merupakan alat bantu pembelajaran baca-tulis.

Octa menyampaikan satu hal yang mengganggu mereka. Terakhir kali mereka menggelar presentasi di hadapan para mahasiswa ITB untuk meminta masukan. Sejumlah keluhan muncul, bahwa presentasi mereka sulit dimengerti. Padahal seluruh hadirin berlatar belakang teknik. Kenapa bisa begitu? Dan ini gawat, mengingat sebagian juri nanti berlatar belakang bisnis. Dan tentunya mereka ingin penyajian yang sederhana dan mudah dipahami.

Setelah Octa dan Budi menunjukkan presentasi yang mereka susun, baru saya paham kenapa. Elemen-elemen presentasi mereka sudah bagus dan mendetail. Informasi disusun secara menarik. Mereka bahkan tidak menggunakan slideware. Mereka menayangkan grafik dan teks dalam bentuk Flash. Diselingi video dan demo program. Dengan kata lain, semua ini sudah tampak profesional.

Lantas kenapa orang tidak mengerti? Bukannya ini jauh lebih bagus daripada slide yang sekadar berisi bullet?

Alasan pertama: informasi yang mereka sampaikan saling bertabrakan.

Anggaplah satu tampilan adalah satu pesan. Saat menampilkan persentase populasi buta huruf di seluruh dunia, misalnya, apa yang ingin mereka sampaikan? Ternyata pesan bahwa buta aksara bukanlah sekadar masalah dunia ketiga, melainkan juga masalah negara maju. Sayangnya, yang muncul di layar adalah persentase. Jelas persentase negara maju terlihat kecil.

Saya menyarankan agar mengganti persentase dengan jumlah. Dan mencari data yang lebih menohok. Literacy Volunteers of America divisi Washington, sebagai contoh, menulis bahwa masih ada 40 juta orang dewasa yang belum fasih membaca (functional illiterate). Walau tidak buta aksara total, mereka masih kesulitan membaca berbagai teks berkaitan pekerjaan. Bahkan ada yang lulusan setingkat SMP dan tidak bisa membaca ijazah mereka. Jumlah ini lebih mencengangkan daripada persentase buta aksara total yang di bawah 5%.

Grafik merupakan salah satu kunci masalah dalam presentasi. Sering kali saya melihat seseorang menampilkan slide berisi grafik yang tidak jelas tentang apa. Baru paham setelah ia menjelaskan. Lebih parah lagi, penjelasan sejumlah pembicara malah berbeda dengan yang grafik yang ia tunjukkan. Grafik seperti ini sudah gagal memenuhi tugasnya. Kalau grafik ini adalah artileri, ia baru saja meledakkan gudang mesiu benteng sendiri.

Munculkanlah grafik sehingga orang langsung mengerti maknanya. Dan pilihlah bentuk yang sesuai. Jika ingin menunjukkan persentase, misalnya, gunakanlah bentuk kue. Gunakan batang jika ingin membandingkan jumlah. Jika terbalik malah membingungkan.

Bagaimana dengan video? Satu video mungkin memiliki beberapa situasi atau adegan. Namun, inti pesannya tetap satu. Terlalu banyak, dan hadirin pun bingung. Jika ada lebih dari satu inti pesan dalam video, potong-potonglah. Sampaikan terpisah. Pastikan bahwa hadirin memahami pesan pertama, sebelum bergerak ke pesan selanjutnya.

Alasan kedua: urutan informasi yang salah.

Bayangkanlah kita bertemu seorang teman lama.

"Saya baik-baik saja," sapanya. Saat kita melongo, dia melanjutkan, "Tapi sekarang sudah sembuh, kok."

"Euh, apa kabar?" tanya kita ragu-ragu.

"Minggu lalu saya sempat gejala DB," jawabnya. "Halo, apa kabar?"

Oh, baru kita ngeh. Dia baik-baik saja. Minggu lalu sempat kena gejala demam berdarah, tapi sekarang sudah sembuh.[1] Ini masih bisa kita mengerti karena dialognya sederhana. Sementara dalam presentasi, berbagai urutan informasi yang terbalik akan membuat hadirin kehilangan arah.

Sebagian besar masalah Tim Aksara pun dapat mereka atasi dengan sekadar mengubah urutan presentasi. Atau malah menghilangkan bagian presentasi. Satu klip animasi 3D cantik, misalnya, mereka buang karena terlalu panjang. Video menyentuh yang tadinya mereka taruh di urutan kedua jadinya mereka pasang di awal. Dengan begitu, video ini berhasil menarik perhatian hadirin dalam sepuluh detik pertama. Musik latar belakang yang sendu serta narasi yang kuat menyeret hadirin ke suasana hati yang pas.

Video berakhir dengan kutipan Kathleen Blanco yang menyimpulkan inti pesan, "Think about it: Every educated person is not rich, but almost every education person has a way out of poverty."

Dari sini, mereka bisa melanjutkan ke informasi literasi di Indonesia dan bagaimana ABC menjadi solusi yang lebih baik. Seterusnya pun lancar.

Presentasi pada dasarnya adalah seni merangkai pesan yang sinergis dan konsisten. Jika presentasi kita membingungkan orang, cobalah pisah masing-masing pesan dan jabarkan. Siapa tahu pesan kita tabrakan atau salah urutan.

Tim Aksara sendiri akan bersaing menuju posisi puncak dengan 55 tim negara lain mulai Senin ini (6 Agustus 2007). Sukses dan selamat berjuang bagi Tim Aksara!

___________________

[1]: Walaupun--seperti komentar Agung--masih perlu berkonsultasi ke psikolog.

No comments: